Isu Matahari 3 Hari Tidak Terbit, BMKG Pastikan Hoaks

Isu Matahari 3 Hari Tidak Terbit, BMKG Pastikan Hoaks – Isu mengenai matahari yang disebut-sebut tidak akan terbit selama tiga hari berturut-turut sempat ramai diperbincangkan di media sosial pada 2025. Informasi tersebut beredar dalam bentuk unggahan video pendek dan pesan berantai di platform seperti WhatsApp, TikTok, hingga Facebook. Dalam narasi yang menyertai unggahan tersebut, disebutkan bahwa fenomena “tiga hari kegelapan” akan melanda sebagian besar wilayah di dunia, termasuk Indonesia.

Pesan itu mengklaim bahwa fenomena tersebut terjadi akibat aktivitas matahari yang tidak stabil, khususnya karena badai matahari berskala besar yang disebut akan menghalangi cahaya matahari mencapai bumi. Dalam beberapa unggahan, isu ini bahkan dibumbui dengan narasi mistis dan ramalan kiamat, sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat.

Kabar tersebut dengan cepat menarik perhatian warganet. Banyak yang mempercayainya tanpa memeriksa sumber resmi, mengingat fenomena astronomi sering kali dianggap rumit dan tidak dipahami secara mendalam oleh masyarakat umum.

Namun, berdasarkan penelusuran fakta, informasi ini tidak benar adanya. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia memastikan bahwa isu tersebut adalah hoaks alias berita palsu yang sengaja dibuat untuk menimbulkan kepanikan.


Klarifikasi Resmi dari BMKG dan Pakar Astronomi

BMKG melalui pernyataan resmi menjelaskan bahwa tidak ada fenomena alam yang dapat menyebabkan matahari tidak terbit selama tiga hari berturut-turut. Matahari adalah bintang yang memancarkan cahaya secara konstan, dan bumi berputar pada porosnya dengan periode sekitar 24 jam. Pergerakan rotasi inilah yang menyebabkan pergantian siang dan malam, sehingga mustahil bagi matahari untuk “berhenti terbit” kecuali ada perubahan fundamental pada sistem tata surya — yang sejauh ini tidak pernah tercatat.

Lebih lanjut, BMKG menegaskan bahwa badai matahari memang fenomena nyata, tetapi efeknya tidak sampai menghalangi cahaya matahari secara total. Dampak badai matahari biasanya hanya berhubungan dengan gangguan satelit, komunikasi radio, dan sistem navigasi, bukan menyebabkan bumi mengalami kegelapan total.

Pakar astronomi dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (BRIN) juga turut memberikan penjelasan. Menurut mereka, hoaks seperti ini kerap muncul setiap beberapa tahun dengan narasi berbeda, namun pola utamanya sama: mengaitkan aktivitas matahari dengan isu kiamat atau kegelapan massal. Faktanya, sejauh ini tidak ada data ilmiah yang mendukung kemungkinan matahari tidak bersinar selama beberapa hari.


Dampak Psikologis dan Sosial dari Hoaks

Meski sudah dibantah, penyebaran hoaks ini sempat menimbulkan dampak cukup besar di tengah masyarakat. Beberapa warganet mengaku merasa cemas, takut, bahkan menyiapkan diri seolah-olah benar akan menghadapi fenomena kiamat. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh berita palsu ketika dikemas dengan narasi yang meyakinkan.

Selain menimbulkan kepanikan, hoaks semacam ini juga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan dan lembaga resmi. Masyarakat yang terlanjur percaya lebih cenderung menyebarkan ulang kabar bohong tersebut dibanding mencari klarifikasi dari sumber terpercaya.

BMKG mengingatkan bahwa hoaks di bidang sains dan lingkungan bukan hanya mengganggu, tetapi juga berbahaya. Ketika masyarakat lebih percaya pada kabar palsu dibanding fakta ilmiah, upaya edukasi publik bisa terhambat. Oleh karena itu, literasi digital menjadi sangat penting agar masyarakat bisa membedakan mana informasi valid dan mana yang palsu.


Cara Mengantisipasi dan Menyaring Informasi Hoaks

Untuk mencegah dampak negatif dari hoaks serupa, ada beberapa langkah yang disarankan:

  1. Cek sumber resmi
    Selalu periksa kebenaran informasi melalui lembaga berwenang seperti BMKG, BRIN, atau situs resmi pemerintah.

  2. Gunakan platform cek fakta
    Media nasional dan lembaga independen kini menyediakan layanan cek fakta yang dapat membantu masyarakat memverifikasi informasi.

  3. Jangan langsung percaya dan sebarkan
    Jika menerima kabar mencurigakan, jangan terburu-buru membagikannya sebelum memastikan kebenarannya.

  4. Tingkatkan literasi digital
    Pelajari cara mengenali ciri-ciri hoaks, seperti penggunaan judul sensasional, tidak ada sumber jelas, atau mengutip narasi mistis yang tidak ilmiah.

  5. Edukasi lingkungan sekitar
    Beri pemahaman kepada keluarga dan teman agar tidak mudah terprovokasi oleh kabar palsu, terutama yang berkaitan dengan fenomena alam atau isu bencana.


Kesimpulan

Isu “matahari tidak terbit selama tiga hari” yang sempat viral di media sosial pada 2025 dipastikan hoaks oleh BMKG. Tidak ada fenomena alam yang dapat menghentikan matahari bersinar atau membuat bumi mengalami kegelapan total selama beberapa hari. Hoaks semacam ini hanya menimbulkan kepanikan dan dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sains dan lembaga resmi.

Masyarakat diimbau untuk selalu memverifikasi informasi dari sumber resmi sebelum mempercayainya atau menyebarkannya lebih lanjut. Literasi digital dan kesadaran kolektif menjadi kunci untuk melawan hoaks, sehingga masyarakat bisa lebih tenang dan bijak menghadapi isu-isu yang beredar di dunia maya.

Scroll to Top